A. Sistem Pemerintahan Indonesia Sejak Kemerdekaan
Perjalanan
sejarah sistem politik dan penegakan hukum Indonesia selama 62 tahun
menunjukkan suatu bukti bahwa semata-mata konstitusi dalam wujud UUD tidak
dapat dijadikan pegangan dalam kehidupan
sistem politik yang demokratis maupun penegakan hukum.
UUD
1945 telah berlaku di empat periode kepemerintahan, masa Kemerdekaan
(1945-1959), era Demokrasi Terpimpin (1959-1966), masa Orde Baru (1966-1998)
dan era Reformasi (1998-Sekarang). Semuanya ternyata menunjukkan corak dan
karakter kepemerintahan yang berbeda
satu periode dengan periode lainnya.
Di
masa kemerdekaan, meski berlaku tiga macam UUD (1945, RIS dan 1950) namun
kehidupan sistem demokrasi dapat berjalan dan hukum dapat ditegakkan. Setelah
dekrit presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan dinyatakan penggunaan
sistem Demokrasi Terpimpin, namun yang berlaku sistem otoritarian (Hatta,
Demokrasi Kita, 1960). Buktinya, terjadi pembubaran partai politik yang tidak
sejalan dengan keinginan pemerintah (yaitu, Masyumi dan PSI), media massa yang
kritis dibredel, penangkapan dan penawanan lawan politik pemerintah tanpa proses hukum termasuk para
pendiri partai mantan-mantan Perdana Menteri, mantan-mantan menteri, pemimpin
ormas juga ulama. Sehingga hukum didominasi penguasa tunggal di masa itu.
Masa
itu kemudian beralih kepada masa pemerintahan Orde Baru tahun 1966. Awal permulaan masa ini membawa dan menumbuhkan
harapan baru sistem demokrasi dan penegakan hukum setelah rakyat bersama
mahasiswa dan pelajar secara bergelombang turun ke jalan menentang kesewenang-wenagan
PKI. Rakyat dan pemerintah bekerjasama menjalankan pemerintahan yang demokratis
dan menegakan hukum dengan semboyan “kembali ke UUD 1945 dengan murni dan
konsekuen”.
Suasana
harmonis itu ternyata tidak berlangsung lama. Sejak dikeluarkannya UU No. 15
dan 16 Tahun 1969, tentang Pemilu dan tentang Susunan dan Kedudukan Lembaga
Negara. Dari sini mulai nampak keinginan politik elit penguasa untuk menghimpun
kekuatan dan meraih kemenganan mutlak pada pemilu yang sedianya akan
diselenggarakan pada tahun 1970 ternyata
baru dapat dilaksanakan tahun 1971, karena usaha penggalangan kekuatan
lewat Golongan Karya (GOLKAR) memerlukan waktu cukup lama. Contoh, tahun 1970
pemerintah mencoba menggalang kekuatan mahasiswa dengan mengadakan Kongres
Mahasiswa se-Indonesia di Bogor. Semula Departemen Dalam Negeri menghendaki
terbentuknya satu wadah mahasiswa Indonesia dengan nama NUS (National Union
Student) namun mayoritas mahasiswa tetap menghendaki pemerintahan mahasiswa
(Student Government) dalam wadah Dewan Mahasiswa di masing-masing perguruan
tinggi.
1. Pasca-Kemerdekaan
Pada
18 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah pemerintahan sementara dengan Soekarno
sebagai Presiden dan Hatta sebagai Wakil Presiden. Piagam Jakarta yang
memasukkan kata “Islam” di dalam sila pertama Pancasila, dihilangkan dari
mukadimah konstitusi yang baru. Republik Indonesia yang baru lahir ini terdiri
8 provinsi: Sumatra, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi,
Maluku, dan Sunda Kecil. Pada 22 Agustus 1945, Jepang mengumumkan mereka
menyerah di depan umum di Jakarta. Jepang melucuti senjata mereka dan
membubarkan PETA Dan Heiho. Banyak anggota kelompok ini yang belum mendengar
tentang kemerdekaan.
Pada 23 Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri. Pada 29 Agustus 1945 Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus 1945, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
Pada 23 Agustus 1945 Soekarno mengirimkan pesan radio pertama ke seluruh negeri. Badan Keamanan Rakyat, angkatan bersenjata Indonesia yang pertama mulai dibentuk dari bekas anggota PETA dan Heiho. Beberapa hari sebelumnya, beberapa batalion PETA telah diberitahu untuk membubarkan diri. Pada 29 Agustus 1945 Rancangan konstitusi bentukan PPKI yang telah diumumkan pada 18 Agustus 1945, ditetapkan sebagai UUD 45. Soekarno dan Hatta secara resmi diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. PPKI kemudian berubah nama menjadi KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). KNIP ini adalah lembaga sementara yang bertugas sampai pemilu dilaksanakan. Pemerintahan Republik Indonesia yang baru, Kabinet Presidensial, mulai bertugas pada 31 Agustus.
2. Sistem Pemerintahan Tahun 1950-1959 (Pemerintahan Parlemen)
Pada
tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidentil menjadi
parlemen. Dimana dalam sistem
pemerintahan presidentil, presien memiki fungsi ganda, yaitu sebagai badan
eksekutif dan merangkap sekaligus sebagai badan legislatif. Era 1950-1959 ialah
era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17
Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-
besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara
Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur
dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini:
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Dewan Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante. Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini:
* 1950-1951–Kabinet
Natsir
* 1951-1952–Kabinet
Sukiman-Suwirjo
* 1952-1953–Kabinet Wilopo
* 1953-1955–Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
* 1955-1956–Kabinet Burhanuddin
Harahap
* 1956-1957–Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
* 1957-1959–Kabinet Djuanda
Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan
digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi
Terpimpin. Isi dari Dekrit Presiden tersebut ialah:
1. Pembentukan MPRS dan DPAS
2. Kembali berlakunya UUD 1945
dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3. Pembubaran Konstituante
3. Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
Demokrasi
terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Pada bulan 5 Juli
1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah
Dekrit Presiden. Soekarno juga
membubarkan Dewan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar
yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar
1945, dengan semboyan “Kembali ke UUD’ 45″. Soekarno memperkuat tangan Angkatan
Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan
bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi yaitu antara
nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.
Antara
tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika Serikat memberikan 64 juta dollar dalam
bentuk bantuan militer untuk jendral-jendral
militer Indonesia. Menurut laporan di “Suara Pemuda Indonesia”: Sebelum akhir
tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43 batalyon angkatan bersenjata.
Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan. Di antara tahun 1956
dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah dilatih di AS, dan
ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun. Kepala Badan untuk
Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali mengatakan bahwa bantuan AS,
tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan bahwa AS telah melatih sejumlah
besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan orang sipil yang mau membentuk
kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah “negara bebas”. Di tahun 1962, perebutan Irian Barat
secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan
penuh dari kepemimpinan PKI, mereka juga mendukung penekanan terhadap
perlawanan penduduk adat.
Era
“Demokrasi Terpimpin”, yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani,
gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan
ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
4. Sistem Pemerintahan Tahun 1968-1998 (Orde Baru)
Orde
Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde
Baru hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan
Orde Lama Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam
jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini
dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu,
kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Pada
27 Maret 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada
tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Presiden Soeharto memulai “Orde
Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar
negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa
jabatannya. Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB
dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB, dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia
diterima pertama kalinya.
Pada
tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru.
Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai
Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer
Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak.
Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat “dibuang” ke Pulau
Buru. Sanksi non-kriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui
pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk
menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks
tapol).
Orde
Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer
namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi
secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer,
khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi
rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena
70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga
melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto
siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan
konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi
dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan
ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga
pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan
sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Selama
masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber
daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar
namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Di
masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia.
Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan
“persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah
adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti
Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari
program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan
kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan
pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi
yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
5. Sistem Pemerintahan Tahun 1998-Sekarang (Reformasi)
Mundurnya
Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya
Orde Baru, untuk kemudian digantikan “Era Reformasi“.
Masih
adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada
masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru
masih belum berakhir. Oleh karena itu
Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai “Era Pasca Orde Baru”.
Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat
Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 dan digantikan wakil
presiden BJ Habibie. Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap
pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi
besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah
Indonesia. Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada
12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar
dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan
diri dari jabatannya.
6. Sistem Pemerintahan Jokowi-JK (sekarang)
Banyak
yang mengeluarkan pro dan kontra terhadap pemerintahan Jokowi-JK yang baru
dilantik pada 20 Oktober 2014 lalu. Seperti kita ketahui pasangan Jokowi-JK
adalah pasangan presiden terpilih yang didukung oleh koalisi PDIP, PKB, Hanura,
Nasdem, dan PKPI. Dukungan koalisi partai pengusung Jokowi tersebut hanya
berjumlah 37 persen atau sekitar 207 kursi di DPR. Sedangkan koalisi Merah
Putrih (KMP) berjumlah lebih dari 50 persen atau sekitar 292 kursi parlemen.
Koalisi Merah Putih sudah mengikatkan diri dalam koalisi permanen yang akan menjadi
penyeimbang jalannya pemerintahan Jokowi.
Reformasi
yang membuka kran demokratisasi telah memberi kebebasan dalam berserikat dan berkumpul, semangat inilah
yang melahirkan keberadaan multi partai di Indonesia. Proses demokratisasi
telah meniscayakan dilakukannya amandemen UUD 1945 yang banyak merombak tata
politik dan pemerintahan Indonesia. Salah satu yang berubah adalah lahirnya sistem Pemilihan
Presiden secara langsung.
Eksperimen
sistem presidensial di era multipartai seperti sekarang sebenarnya mengandung
resiko yang besar. Pengalaman mengatakan bahwa bagaimana susahnya mengelola
ritme pemerintahan SBY-JK tahun 2004-2009. Ketika itu SBY-JK pemenang pemilu
tetapi dukungan suara diparlemen sangat kecil. Hubungan pemerintahan dan DPR
acapkali diwarnai dengan “demam politik” yang tidak berkesudahan. Dan pada saat
Jokowi-Jk sekarang pun, ini terulang kembali. Namun, siapapun presiden
Indonesia pada akhirnya, dialah yang akan memimpin dan membawa Indonesia kea
rah yang lebih baik kedepannya. Menurut beberapa fakta, seperti yang dikatakan
oleh Ketua Partai Nasdem, Surya Paloh, “Sistem pemerintahan presidensial dapat
dijalani dengan sempurna apabila dijalankan oleh Jokowi.”
Sistem
pemerintahan Presidensial yang dijalani oleh Jokowi-JK ini sudah membuat beberapa kebijakan baru untuk kemajuan
bangsa, katanya. Hal-hal itu ialah sebagai
berikut:
a. Melakukan program realisasi
swasembada gula dan beras, yang bertujuan untuk memajukan kehidupan rakyat di
desa.
b. Akan menghentikan sementara
(monotarium) penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) selama lima tahun.
yang artinya selama pemerintahan Jokowi-JK tidak adanya penerimaan CPNS.
c. Adanya bagi-bagi kursi dalam
kementrian cabinet Jokowi-JK.
d. Harga BBM akan dinaikkan,
terlebih lagi, pihak PDIP, partai yang berperan dibelakang Jokowi meminta SBY
untuk menaikkan harga BBM bersubsid. Dan lagi, Jokowi pun ikut menghadap ke SBY
langsung untuk meminta kenaikan BBM ini.
e. Akan dijualnya pesawat kepresidenan
berdasarkan ingin menyelamtkan perekonomian
Negara. Yang sebenarnya pesawat itu baru saja dibeli oleh Negara. Hal
ini jadi mengingatkan rakyat tentang track record yang dilakukan oleh Megawati
dalam menjual beberapa asset penting
milik Negara ke tangan asing.
KESIMPULAN :
Sistem Pemerintahan Indonesia :
1. Pasca-Kemerdekaan 18 Agustus
1945
2. Sistem Pemerintahan Tahun
1950-1959 (Pemerintahan Parlemen)
3. Sistem Pemerintahan Tahun
1959-1968 (Demokrasi Terpimpin)
4. Sistem Pemerintahan Tahun
1968-1998 (Orde Baru)
5. Sistem Pemerintahan Tahun
1998-Sekarang (Reformasi)
6. Sistem Pemerintahan Jokowi-JK
(sekarang)
Sistem Pemerintahan Indonesia
menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling
berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara.
Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi
pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Setiap sistem
pemerintahan memiliki kelebihan dan kelemahan yang dapat berpengaruh terhadap
perkembangan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar